Jumat, 07 September 2012

INFO PRODUK


DAFTAR PRODUK
BIBIT JAMUR TIRAM PUTIH

Ø  BIBIT MURNI F- 0
Ø  BIBIT INDUK  F- 1 
Ø  BIBIT SUBKULTUR  F- 2
Ø  BIBIT SUBKULTUR  F- 3
Ø  BIBIT PRODUKSI(BAGLOG)


KEMASAN BOTOL SAUS

Ø  Rp. 300.000,-/BOTOL C1000
Ø  Rp.  50.000,- /BOTOL
Ø  Rp.  15.000,- /BOTOL
Ø  Rp.    7.500,- /BOTOL
Ø  Rp.    2.500,-/BAGLOG*


BIBIT JAMUR KUPING

Ø  BIBIT MURNI F- 0
Ø  BIBIT INDUK  F- 1 
Ø  BIBIT SUBKULTUR  F- 2
Ø  BIBIT SUBKULTUR  F- 3
Ø  BIBIT PRODUKSI(BAGLOG)

PAKET PBM (PAKET BELAJAR MANDIRI):

- JAMUR TIRAM                        Rp. 200.000,-
- JAMUR KUPING                      Rp. 200.000,- 

ISI PAKET PBM:


  1.    Modul Budidaya Jamur Tiram dan Jamur Kuping
  2.      Modul Aplikasi Pembibitan Lengkap
  3.    VCD Bimbingan Budidaya dan Produksi Jamur Tiram dan Jamur Kuping
  4.      Bibit Induk F2/F3 (stater ) 1 botol
  5.      Sertifikat Paket PBM
  6.    Informasi Pemasaran dan Produk Olahan jamur
  7.    Konsultasi gratis dengan Instruktur setiap saat



KEMASAN BOTOL SAUS

Ø  Rp. 300.000,-/BOTOL C1000
Ø  Rp.  50.000,- /BOTOL
Ø  Rp.  15.000,- /BOTOL
Ø  Rp.    7.500,- /BOTOL
Ø  Rp.    2.500,-/BAGLOG*


Keterangan : 
- harga suatu waktu dapat berubah tanpa pemberitahuan terlebih dahulu
* berlaku JABODETABEK minimum order 1000 BAGLOG

SUCCES STORY USAHA JAMUR

Diawali Coba-Coba, Asetnya Kini Ratusan
Mintarya Sonjat, pendiri usaha jamur Solagracia, tak pernah membayangkan jika dirinya bakal menjadi pengusaha jamur sukses seperti sekarang.

Semula pria kelahiran Cianjur, Jawa Barat, ini hanya iseng membudidayakan bibit jamur merang di sekeliling rumahnya. Tanpa dinyana, hasilnya bagus. Produk jamurnya disukai para tetangga dan lingkungan sekitar rumah.

Makin banyak yang suka, Mintarya bertekad untuk memproduksi jamur lebih banyak. Terlebih, anggota keluarganya juga menyukai masakan dari bahan baku jamur. Dengan modal sekira Rp1 juta yang didapat dari pinjaman salah seorang temannya, dia pun memulai usaha jamur.

Uang tersebut digunakan untuk membuat tempat pengolahan jamur berukuran 1x2 meter di rumahnya. “Karena saya yakin usaha jamur ini bagus, saya mantap menggunakan uang pinjaman untuk modal awal usaha,” ungkap Mintarya.

Berbekal pinjaman Rp1 juta, Mintarya dengan tekun memulai usaha. Dia memutuskan untuk serius menekuni budi daya jamur pada 2002. Fokusnya adalah budi daya jamur merang.

“Saya memilih jamur merang karena produksinya lebih gampang,” kata lelaki yang juga berprofesi sebagai pendeta ini.

Di 2007, Mintarya memutuskan mencari kredit lunak untuk pengembangan usaha.Keputusan ini diambil dua tahun sejak dirinya ditawari oleh bank untuk mengajukan kredit. Sebelumnya Mintarya cenderung takut meminjam dana dari bank.

“Saat itu saya takut meminjam uang ke bank karena dari berbagai cerita yang saya dengar, bank identik dengan proses yang berbelit dan penyitaan. Ternyata saya salah. Justru karena meminjam bank, usaha saya ternyata mampu berkembang,” tuturnya.

Berbekal akta tanah miliknya, Mintarya menjadi nasabah Bank BRI dan mengajukan pinjaman. Bank BRI memberikan bantuan modal usaha sekira Rp50 juta. Mendapat kepercayaan yang begitu besar dari pihak perbankan menjadikan Mintarya semakin termotivasi. Apalagi,sebagai nasabah pemula, mendapatkan pinjaman besar seperti itu jelas merupakan tantangan besar baginya.

“Layanan yang diberikan membuat saya memberanikan diri untuk mengajukan diri sebagai nasabah Bank BRI. Selain itu, Bank BRI hampir tiap bulan melakukan pembinaan dengan mengarahkan dan memotivasi kami,” terang Mintarya.

Peran Bank BRI dalam membina usahanya begitu besar. Setelah mendapatkan pinjaman, usahanya meningkat. Kapasitas produksi usaha jamurnya bahkan mencapai 50 kilogram (kg) untuk jamur kering maupun jamur segar per harinya.

Untuk mencapai produksi hingga 50 kg per hari,Mintarya meluaskan tempat produksi jamurnya menjadi ukuran 6x12 meter sehingga dia mampu membukukan omzet antara Rp20 juta–Rp30 juta per bulan. Kini usahanya kian maju, aset usaha jamur milik Mintarya telah tembus ke angka ratusan juta rupiah.

Menariknya, Mintarya mempelajari semuanya secara autodidak. Mintarya kerap membaca literatur soal jamur di toko-toko buku untuk mengetahui seluk beluk pembudidayaannya.

Dia pun tak segan melancong ke luar daerah untuk belajar lebih dalam tentang budi daya jamur dari petani lain agar pengetahuannya bertambah.

Usahanya untuk terus belajar dan menimba ilmu dari banyak petani jamur lain terbukti membuahkan hasil. Mintarya bahkan sukses membudidayakan jamur di wilayah Cianjur yang sebenarnya kurang cocok untuk budi daya jamur karena letaknya di daratan rendah.

“Banyak orang yang mengatakan tidak akan jadi kalau memproduksi jamur di suhu yang tidak cocok. Namun,karena saya penasaran dan mencoba, akhirnya berhasil juga. Terbukti saya bisa memproduksi hingga sekarang,” ujarnya.

Menurutnya, usaha budi daya jamur sangat menguntungkan. Selain menghasilkan produk bernilai ekonomi tinggi, bahan baku usaha ini mudah didapat.

Serbuk gergaji yang menjadi bahan baku produksi mudah diperoleh lantaran sebagian orang menganggap serbuk gergaji adalah limbah.

Menurut ayah dari seorang putra ini, faktor lokasi atau kendala lainnya bukan menjadi sebuah alasan untuk tidak memulai usaha budi daya jamur. Asal tahu ilmunya dan belajar tentang perkembangan teknologi pertanian mutakhir, hambatan apa pun bisa dilalui.

Terbukti, Mintarya yang mengembangkan usaha di dataran rendah tetap mampu menghasilkan produk jamur yang kualitasnya setara dengan produkproduk jamur dari dataran tinggi.

Produk jamur usaha Mintarya dengan nama Solagracia, yang berarti “karena anugerah”, telah menyebar ke banyak daerah seperti Lembang, Ciledug, Bogor, Tangerang, dan Bekasi. Lelaki tamatan SLTA ini mengaku senang karena usahanya berkembang. Dia semakin bersyukur, Solagracia mampu mewujudkan cita-citanya untuk turut memajukan masyarakat sekitar.

“Banyak masyarakat di sini yang ikut bekerja kepada kami. Kami harap, setelah mereka mendapatkan ilmu, nantinya bisa membuat usaha sendiri agar mereka mampu mandiri,” tutur Mintarya. Mintarya yang pernah dilibatkan dalam gelar pameran Karya PKBL BUMN di Jakarta Convention Center (JCC) beberapa waktu lalu itu tetap berharap usahanya tambah besar.

Dia optimistis, usahanya dapat terus berkembang dan dalam jangka pendek ini dia ingin meningkatkan kapasitas produksi. Mintarya tidak hanya meningkatkan kapasitas.

Dia pun terus berinovasi, baik terkait bahan baku,proses pengolahan,hasil produksi, maupun pemasaran.Semua itu adalah bagian dari upaya mewujudkan impian besarnya. “Ekspansi ke seluruh Nusantara dengan pengembangan plasma adalah impian terbesar saya,” ujarnya.

Mintarya merasa yakin pengembangan plasma di seluruh daerah Indonesia tidak terlalu susah. Sebab, sejak awal dia sudah melakukan pelatihan gratis kepada para petani jamur.

Bukan hanya untuk petani di Cianjur, dia juga memberikan pelatihan kepada para petani dari berbagai daerah lain. “Ini menjadi kebahagiaan tersendiri. Banyak orang bisa belajar dari pengalaman saya,” tuturnya.

Kerelaan Mintarya berbagi ilmu inilah yang membuatnya sukses mengembangkan jaringan plasma selama ini. Dalam skema plasma, Mintarya menyediakan bibit jamur dan menampung hasil panen.

“Jadi, petani tinggal memelihara tanamannya saja. Ke depan saya berharap bisa merangkul ribuan orang yang pernah mendapat pelatihan, khususnya yang berasal dari luar Jawa,” ujarnya.

Mintarya dengan senang hati akan memberikan bimbingan dan konsultasi bagi mereka yang mau menjadi petani plasma. Bagi para petani dari luar daerah yang hendak menimba ilmu terkait budi daya jamur di lokasi pertaniannya, Mintarya telah menyediakan fasilitas penginapan.

Dia mengatakan, sukses yang diraihnya saat ini merupakan buah kerja keras dan usaha. Mintarya memiliki kiat lain dalam berbisnis yang mungkin bisa saja dijalankan pebisnis lainnya.

“Kunci sukses berbisnis adalah ketekunan. Selain itu, jangan pelit berbagi ilmu. Dengan berbagi ilmu, kita semakin banyak memiliki kawan,” tutur Mintarya. (ricky susan)
(Koran SI/Koran SI/ade)


Yang Makmur Karena Jamur

Walaupun bukan komoditas unggulan, bila ditekuni secara serius, usaha tani jamur dapat memberikan keuntungan yang memadai. Berikut para pelaku yang sukses berbisnis jamur.

Misa Suwarsa
Belajar Sampai ke Negeri Cina
Sejak 1990, lelaki yang pernah menjadi dosen Teknik Kimia ITB ini memutuskan serius menekuni jamur merang. “Awalnya, saya pernah ketemu dosen tamu dari Uni Eropa. Dia bilang kenapa jerami harus dibakar, padahal jika dimanfaatkan sebagai media jamur, nilai ekonominya bisa enam kali lipat besarnya,” cerita Misa.
Tersadar oleh kritik dosen tamu tersebut, Misa mulai mencoba mempelajari budidaya jamur merang. Setelah sekian lama, impiannya untuk mengenal lebih dalam tentang jamur terwujud karena pada 2004 dirinya mendapat undangan magang dari pemerintah China. Pada tahun yang sama, dia mendapatkan penghargaan Satya Lencana Wira Karya dari Presiden RI atas baktinya mengembangkan pertanian kususnya jamur merang.
Sekarang jumlah kumbungnya ada 20 unit. Rata-rata produksi jamur merangnya sekitar 400—500 kg per kumbung. Dengan harga jual saat ini yang berkisar Rp10.000—Rp12.000 per kilo, dalam satu siklus satu kumbungnya mampu menghasilkan Rp6 juta. Itu belum termasuk hasil yang masuk kelas BS.
Saat ditanya apa rahasianya, Misa hanya menjawab, kuncinya pada styrofoam, kelembapan, dan suhu. Memang bila diperhatikan, kumbungnya berbeda dari kumbung milik petani jamur merang pada umumnya. Kumbung jamur bapak satu anak ini terbuat dari styrofoam, bukan dari bambu. “Styrofoam dapat menahan panas sehingga suhu optimum kumbung pada kisaran 32o—34oC dengan kelembapan 95%--98% dapat tetap terjaga,” bebernya
Misa juga mengingatkan, saat proses fermentasi media, harus dipastikan kadar pH-nya dan jenis bahan yang digunakan. Fermentasi media yang sempurna menentukan 50% keberhasilan tumbuhnya jamur merang. Sedangkan 50% nya lagi ditentukan dari kualitas bibit yang digunakan.
Karena kesuksesannya di bidang jamur, sejak tahun 2000 pemerintah mempercayai Misa untuk menyelenggarakan pelatihan jamur merang. Setahun sekali, tiap daerah mengirimkan wakilnya untuk belajar di tempatnya. Selain itu lelaki 48 tahun ini juga memproduksi bibit jamur merang dan ia berani mengklaim bahwa bibitnya terbuat dari F nol.

Jemy Susanto
Patahkan Teori
Lazimnya jamur tiram tumbuh subur pada daerah dataran tinggi. Namun Jemy Susanto mencoba membudidayakanya di Solo yang merupakan daerah panas. Mula-mula banyak yang tidak yakin dengan apa yang dilakukan Jemy, begitu biasa dia disapa. Tapi dengan tekat kuat dan rasa optimis, ia maju terus. “Semua daerah sebenarnya bisa, tinggal bagaimana pintar-pintar kita memodifikasi tempat tumbuh jamur, terutama dalam hal kelembapan,” terangnya
Selama ini daerah Solo mengandalkan pasokan jamur tiram dari daerah lain. Karena itu kalau ia bisa mengembangkan jamur ini di Solo, maka harganya bisa ditekan. Konsumen pun lebih banyak yang menjangkaunya.
Jemy memilih jamur tiram karena menurutnya jamur tiram mudah dibubidayakan. Perbandingan kelayakan usahanya pun tertinggi dibandingkan jenis jamur lain. Untuk itu sejak 2,5 tahun lalu, ia mendirikan PT Agro Jamur Lestari yang memfokuskan diri pada pembuatan bibit dan baglog. Kapasitas produksi bibitnya saat ini mencapai 1.000 botol per hari atau lebih bergantung pesanan.
Saat ditanya tentang kemampuan bibitnya, pria berkaca mata ini menuturkan, tiap botol bibitnya oleh petani biasanya diturunkan lagi menjadi 50 botol F3, setelah itu baru dapat diaplikasikan ke 2.000 baglog. Sejauh ini bibit buatanya sudah banyak digunakan tidak hanya petani jamur tiram di Solo, tapi sudah merambah ke Palembang, Samarinda, Riau, Timika, dan kota–kota di Jawa.
Bapak satu anak ini menawarkan sistem kemitraan kepada petani dan membaginya menjadi tiga kategori kemitraan. Kemitraan Berdikari, yaitu petani hanya membeli bibit saja; Kemitraan Bagi Hasil 70 : 30 untuk pembelian baglog dengan harga spesial untuk petani di Jawa; Yang terakhir Jemy siap melakukan presentasi dan petihan di daerah mana saja.

Ir. NS Adiyuwono
Siasati Pasar Agar Tetap Bertahan
Walaupun baru empat tahun memulai usaha jamur di Ciwidey, tapi saat ini perusahaan jamur Sinapeul milik Adiyuwono mampu meraih omzet Rp20 jutaan per minggu. Perusahaan jamur yang berlokasi di Bandung Selatan ini, selain menghasilkan 600-700 kg jamur tiram dan kuping per hari, juga memproduksi sekitar 100 ribu baglog/bulan dan 30.000 botol bibit/bulan. Baglog buatannya sekarang banyak digunakan petani asal Bogor, Cikole, Cisarua, Banjaran dan daerah sekitar Bandung. Sedangkan pemasaran bibitnya kini telah menjangkau Aceh, Medan, Riau, Solo, dan Surabaya
Menurut Adi Yuwono, keberhasilannya itu karena ditunjang dengan komitmen untuk tetap membudidayakan jamur dalam kondisi organik. “Kalau organik ‘kan harganya tinggi, nah dari situ ‘kan marjin sudah terbayarkan,” terang pria yang mengaku bermodal awal Rp100 jutaan ini
Adi juga mengingatkan, masalah pengemasan yang sangat berkaitan dengan tingkat kesegaran jamur. Ia mencontohkan pada jamur tiram. Dahulu semua dikemas dalam ukuran 20 kg tapi sekarang hanya dibungkus dalam ukuran 5 kg atau 2 kg saja. Ternyata pengemasan dalam ukuran kecil dapat menjaga kesegaran dan kualitas jamur. Selain itu juga dapat menekan angka kehilangan saat pendistribusian yang mencapai 5%—20% jika menggunakan kemasan besar.
Hal lain yang menjadi penentu kesuksesannya bertahan di bisnis jamur adalah inovasi. Perusahaannya sekarang sedang mengembangkan pembuatan jamur kuping dalam bentuk serbuk, “Jadi selain segar dan kering, sekarang kita coba pasarkan dalam bentuk serbuk karena kalau dalam bentuk bubuk mereka lebih mudah mengolahnya,“ ungkap pengusaha yang kebunnya berada di 8 lokasi terpisah ini. 


Bisnis Jamur Tiram Mengubah Sopir Menjadi Pengusaha

Sukses berbisnis Jamur tiram ternyata telah mengubah nasib Pak Kaiman dari Sopir menjadi enterpreneur yang cukup sukses. Kesuksesan  Pak Kaiman menambah deretan orang yang menekuni bisnis jamur Tiram. Perjalanan Bisnis Jamur tiram bapak dua anak ini telah dimulai sejak 2005 dengan susah payah. Berkat kerja kerasnya kini secara rutin ia telah memasok jamur tiram ke pelanggan rata-rata 100 kg/hari dengan harga jual Rp10.000/kg serta 1.000 unit baglog/media tanam dengan harga jual Rp2.250 per unit. Kesuksesan usaha jamur tiram Pak Kaiman tidak lepas dari pembinaan dari PT HM Sampoerna Tbk mencakup bantuan peralatan, manajemen serta promosi.

Sebelum menjadi pengusaha jamur tiram ia berprofesi sebagai sopir angkutan barang rute Surabaya – Bali. Akbibat sepinya volume penumpang, maka Kaiman tidak memperoleh pendapatan yang cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari dalam rumahtangga. Sehingga dia pun tidak melanjutkan usaha angkutan kota.
Peluang kerja sangat terasa sangat sempit Kaiman sebab ia tidak punya ijazah, mengingat tidak tamat Sekolah Dasar (SD). Dalam keadaan seperti ini, pada 2005 ada tawaran untuk mengikuti pelatihan kewirausahaan di bidang budidaya jamur dari HM Sampoerna. Kesempatan tersebut tidak disia-siakan Kaiman kemudian ia mengikuti pelatihan tersebut. Bersama 20 peserta lainnya Kaiman mengikuti pelatihan dengan serius.
Kaiman mengaku pada 2005 mengikuti pelatihan usaha di PPK Sampoerna selama 14 hari berupa bimbingan tentang pengadaan bibit sistem kultur jaringan, proses pembuatan media tanam jamur tiram dan metode pembudidayaannya. Bahkan ada pula pelatihan membuat makanan berbahan baku jamur.
Dengan bermodalkan 1.000 unit baglog, Kaiman memulai usaha budidaya jamur tiram dengan penuh keseriusan. Tempat budidaya yakni bangunan berdinding gedeg/bambu telah dimiliki, maka wirausaha jamur dapat dilaksanakan.
Berdasarkan ilmu yang diperoleh dari pelatihan, media tanam terdiri dari serbuk kayu gergajian, dedak/katul, tepung jagung dan kalsium yang dibungkus plastik dengan bobot 1,1 kg per unit baglog.
Kumbung seluas 50 m2 (lebar 5 meter x panjang 10 meter) dapat dimanfaatkan untuk pembudidayaan 5.000 unit baglog.“Jamur tiram tergolong tanaman yang cepat tumbuh dan setiap unit baglog dapat menghasilkan panenan hingga 1 kg selama 5 bulan, lalu diganti media tanam baru. Tetapi saat panen perdana saya kesulitan mencari pasar,” kenang Kaiman.
Untuk itu, dia melakukan penjualan keliling guna menawarkan jamur tiram ke restoran dan swalayan, sementara di pasar tradisional umumnya belum terbiasa digunakan menjual komoditas tersebut sebab masyarakat luas belum terbiasa mengkonsumsi jamur tiram.
Dengan didasari ketekunan untuk meraih keberhasilan, Kaiman tidak lelah memasarkan jamur tiram ke calon pembeli potensial yakni para pengepul maupun restoran pengguna jamur untuk bahan masakan.
“Selain mencari terobosan pasar sendiri, saya juga dibantu PPK Sampoerna untuk mempromosikan jamur yang dipajang di etalase PPK Sampoerna sekaligus diikutkan pameran bersama pengusaha kecil lainnya yang dibina Sampoerna,” papar Kaiman.
Berkat ketekunan dalam memperluas pasar, Kaiman berhasil mendapatkan order dari para pengepul maupun restoran di berbagai kota (tidak terbatas di wilayah Kab. Pasuruan). Seiring semakin besarnya daya serap pasar, Kaiman pun dapat meningkatkan volume usahanya.
Kini dia memiliki beberapa kumbung yang digunakan membudidayakan puluhan ribu unit baglog. Selain itu, juga memenuhi permintaan baglog dari petani Dengan demikian, Kaiman mampu memunculkan petani-petani jamur di beberapa daerah.
Sesuai tuntutan pasar, Kaiman harus menyiapkan jamur dan baglog dalam jumlah yang cukup. Untuk menggerakkan kegiatan usahanya, dia kini didukung 12 tenaga kerja yang diupah secara harian.
“Saya kini rata-rata memasok baglog sebanyak 1.000 unit per hari dengan harga jual Rp2.250 per unit antara lain memenuhi permintaan dari Dinas Pertanian dan Perum Perhutani di beberapa kabupaten/kota, selain pesanan langsung dari petani/pembudidaya. Ini membuktikan konsumsi jamur semakin meningkat,” papar Kaiman.
Meningkatnya konsumsi jamur otomatis berdampak positif terhadap peningkatan omset Kaiman. Soalnya, harga jual jamur tiram sebesar Rp10.000/kg, sedangkan Kaiman mampu memasarkan 100 kg/per hari memenuhi pengepul dan restoran.
Untuk memperlancar kegiatan usaha budidaya jamur tiram dibutuhkan ketersediaan bahan baku utama yakni serbuk gergajian kayu. Masalahnya, serbuk kayu gergajian di Kab. Pasuruan kini mulai langka, sehingga harus dicari hingga kabupaten-kabupaten tetangga yakni di Kab. Malang dan Kab. Lumajang.
Harga beli serbuk kayu Rp8.000 per sak ukuran 40 kg, yang dapat diolah menjadi 25 unit baglog, sehingga berdasarkan kalkulasi cukup menguntungkan kendati ditambah jenis bahan lain untuk media tanam.
Sejalan dengan berkembangnya usaha budidaya jamur tiram dan produksi baglog, Kaiman kini benar-benar mampu menikmati hasilnya. Dia optimis usaha yang digelutinya sejak empat tahun terakhir akan mampu meningkat lagi di masa-masa mendatang.
Community Development Executive PT HM Sampoerna, Widowati, menjelaskan Kaiman merupakan bagian dari puluhan pengusaha kecil binaan perusahaan tersebut yang masih perlu pendampingan hingga benar-benar mampu mandiri.
“Kami sejak tahun lalu juga mengoperasikan UKM (Usaha Kecil Menengah) Center di Central Business District Taman Dayu, Kab. Pasuruan, yang memiliki fasilitas untuk men-display produk yang dihasilkan mitra binaan. UKM Center juga dijadikan ajang per-temuan sesama pengusaha kecil untuk saling tukar informasi dan berlatih tentang pemasaran,” papar Widowati. (Galeriukm).